PSK Muda Dipaksa Layani Belasan Pria Tiap Hari, Potret Buram Prostitusi Tertua di Bangladesh


PSK di Kandapara bersama pelanggannya (foto: Sandra Hoys)

MEDIA terkemuka dari Amerika Serikat, Washington Post, baru-baru ini menerbitkan berita tentang prostitusi di Bangladesh.

Foto-foto hasil karya fotografer Sandra Hoys yang dimuat media itu, menjelaskan detil bagaimana prostitusi berlangsung dengan sangat menyedihkan di negara tersebut.

Sandra Hoys memotret praktik prostitusi yang berlangsung di wilayah Kandapara, yang masuk dalam distrik Tangail. Prostitusi di wilayah ini disebutkan sebagai lokalisasi tertua di Bangladesh.

Lokalisasi Kandapara juga merupakan lokasi prostitusi terbesar kedua di Bangladesh. Praktik jasa esek-esek sudah berlangsung lebih dari 200 tahun di sana, sejak masih dijajah Inggris.

Dilasir Washington Post, lokalisasi ini sudah sempat dimusnahkan pada tahun 2014. Pekerja seks komersial (PSK) dan warga di sana demonstrasi ke pemerintah setempat. Namun lokalisasi itu hidup lagi, berkat bantuan dari sebuah organisasi swadaya masyarakat lokal.

PSK di Kandapara sedang menunggu pelanggan (foto: Sandra Hoys)

Alasan dibuka lagi, karena banyak perempuan yang lahir dan bertumbuh di sana, dan akan hilang pekerjaan bila tempat itu ditutup. Dilaporkan ribuan orang menggantungkan hidupnya dari lokalisasi itu.

PSK di sana ternyata sangat menyedihkan. PSK ada yang sudah mulai menjadi pelayan nafsu lelaki mulai dari 12 tahun dan 14 tahun.

Kandapara termasuk dalam kawasan kumuh. Kamar para PSK kebanyakan hanya menggunakan dinding seng, dan tidak mempunyai plafon. Limbah kondom banyak berserakan di selokan pinggir jalan.

Sandra Hoyn, fotografer asa Jerman, yang  mendokumentasikan kawasan rumah bordil ini, dalam blog pribadinya mengatakan, pada awalnya memang sulit untuk mendapatkan akses mewawancarai para PSK dan para pelanggan yang rutin 'jajan' di tempat tersebut.

PSK di Kandapara sedang digoda oleh pelanggannya (foto: Sandra Hoys)

Dia bilang banyak pelanggan menolak untuk difoto, tetapi tak sedikit juga PSK dan pelanggan yang mau blak-blakan menceritakan pengalaman mereka di lokalisasi kelas teri itu.

"Rumah bordil di sini seperti sebuah kota di dalam kota. Di jalan-jalan sempit terdapat warung makanan, toko-toko teh, dan pedagang kaki lima. Saya menghabiskan setiap hari dari pagi sampai malam di rumah bordil ini. Selama beberapa hari saya lupa berada di mana. Rasanya seperti hidup di dunia lain," kata Sandra.

Para PSK di Bangladesh, menurut penuturan fotografer itu, ternyata diperlakukan dengan sangat tidak manusiawi. PSK di sana tidak punya kebebasan, hak asasi mereka juga sangat dikekang.

Para PSK umumnya berasal dari keluarga miskin, dan banyak yang merupakan korban perdagangan manusia. Pelacur tersebut dipekerjakan dan diperbudak oleh germo.

PSK harus membayar utang dan tidak diperkenankan pergi meninggalkan Kadapara. Tidak boleh juga menyimpan uang sepeser pun untuk diri mereka sendiri.

Sandra mengisahkan, ia juga bertemu seorang PSK yang awalnya bekerja di sebuah pabrik garmen. Perempuan itu bertemu dengan seorang germo yang menipunya, menawarkan pekerjaan yang lebih baik.

PSK muda di Kandapara bersama pelanggan di atas ranjang (foto: Sandra Hoys)

Akhirnya wanita ini terpaksa bekerja di rumah bordil ini, karena tidak tahu lagi mendapatkan uang dari mana.

PSK di sini, ucapnya, sesuai aturan harus berusia minimal 18 tahun. Namun pada kenyataannya banyak berumur 12 dan 14 tahun. Anak-anak yang masih belia itu dipaksa meminum pil steroid seperti Oradexon.
Oradexon ini jenis obat yang digunakan petani untuk menggemukkan ternak. Ternyata meminum obat itu, para PSK akan terlihat lebih dewasa. Gadis belia itu akan lebih montok dan tumbuh lebih besar.

Asma merupakan satu di antara PSK yang diwawancarai Sandar. Asma mengaku berhenti sekolah karena sering dilecehkan teman sebayanya, lantaran ibunya bekerja sebagai PSK di rumah bordil ini.

Asma mengikuti jejak ibunya bekerja sebagai pekerja seks ketika ia berusia 14 tahun. Untuk menjadi PSK di sini, harus terikat kontrak dengan germo, karena akan dilabeli bermacam-macam utang. Biasanya kontrak itu berdurasi hingga lima tahun.

Tarif yang didapatkan para PSK tergantung pada usia dan kemolekan tubuh mereka, serta keindahan kamarnya. Secara umum para PSK di Kandapara mendapatkan bayaran 1000-2000 Taka, atau sekitar Rp 143.000-286.0000 per hari.

Satu pelanggan biasanya dikenakan tarif 300 Taka atau sekitar Rp 40 ribu sekali bermain kencan singkat. Tarif itu bukan seluruhnya untuk PSK, tapi hanya sebagian, sebab akan berbagi dengan germo.

"Mereka memiliki kisah yang sedih, tapi mereka sosok wanita yang benar-benar kuat secara lahiriah. Mereka berjuang untuk bisa menikmati hidup pahit dengan cara mereka sendiri," tutur Sandra.

PSK di Kandapara bersama dua orang pelanggan sekaligus (foto: Sandra Hoys)

Di Kandapara ada sekitar 900 orang pelacur remaja. Sandara menyebut satu pelacur bisa melayani pelanggan hinggga 15 lelaki dalam sehari.

Menurut dia faktor pemberian pil oradexon yang membuat perempuan itu mampu melakukannya, sebab selain membuat terlihat dewasa, nafsu untuk berhubungan intim juga menjadi semakin meningkat.

Tapi tidak diketahui oleh PSK itu adalah oradexon dapat menyebabkan diabetes, tekanan darah tinggi, ruam kulit dan sakit kepala yang berlebihan. Obat ini dapat menimbulkan kecanduan hingga kematian.

Memang efek dari obat ini tidak akan terasa sewaktu masih muda, tapi akan sangat dirasakan ketika berumur 40 tahun ke atas.

Demi bisa bertahan hidup, para PSK di sana memutuskan tetap tinggal dan bertahan. Namun demi memperbaiki diri, banyak yang sudah mulai menabung, walau saat keluar dari lokalisasi itu, akan mendapat cap sangat jelek dari masyarakat.

Bangladesh merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim mencapai 90 persen. Negara ini hanya satu dari sedikit negara bermayoritas penduduk Islam yang melegalkan prostitusi. Indonesia dengan populasi penduduk muslim terbesar di dunia, hingga kini tidak melegalkannya.

Comments