Anak Medan Jangan Mau Diobok-obok Politisi Kotor

UPAYA pecah belah di Sumatera Utara belakangan ini sangat kentara. Muncul usaha untuk pemisahan diri dari suku batak, mempertentangkan antara batak dan melayu, hingga mempertanyakan siapa penduduk asli Sumatera Utara.

Mandailing Bukan Batak, Karo Bukan Batak, Medan Tanah Melayu, hingga kalimat-kalimat lainnya yang bernuansa provokatif semakin digaungkan. Semakin lama kalimat-kalimat itu semakin menggema di dunia maya, merembet ke dunia nyata.

Salah satu sudut Kota Medan. (foto: ceritagie.files.wordpress)
Saat ini saya bukan lagi tinggal di Sumatera Utara. Saya hanya 17 tahun tinggal di sana, pernah tinggal di Kabupaten Samosir dan Kota Medan. Saya begitu cinta Medan, begitu cinta Samosir, begitu cinta Sumatera Utara. Ini tanah surga.

Kecintaan itu pula yang membaut saya selalu pulang paling tidak sekali setahun ke Sumatera Utara. Saya selalu rindu keberagamannya, selalu rindu keindahan alamnya, rindu dengan dialek yang khas di tiap wilayah, dan semua yang ada di sana, terlebih rindu pada orangtua saya yang masih tinggal di Sumatera Utara.

Ketika muncul upaya pengkotak-kotakan di Sumatera Utara, terlebih di Kota Medan, apa yang saya rasakan? Kesedihan mendalam. Begitu juga dengan teman-teman yang lain yang ada di rantau ini. Semua merasa miris dan sangat miris.

Di perantauan ini, berasal dari sudut manapun di Sumatera Utara, selalu bilang berasal dari Medan. Kami bangga dengan sebutan Anak Medan. Bukan hanya yang berasal dari suku Batak saja yang mengaku anak medan, tapi juga dari suku lain, baik Melayu, Jawa, Tionghoa, Aceh, Minang. Kami dipersatukan kata Anak Medan.

Sekali lagi, di perantauan ini, Anak Medan bukan berarti hanya yang berasal dari Kota Medan, bukan juga cuma orang Batak. Tujuannya, agar semuanya merasa memiliki kesamaan, dan karena ada rasa memiliki Medan dan Sumatera Utara.

Kami menyadari bahwa Medan saat ini sedang diguncang upaya pecah belah. Entah ini imbas dari pengkotak-kotakan di Jakarta tentang siapa yang suku asli atau pribumi di sana. Sepertinya Medan dan Sumatera Utara memang sengaja diguncang.

Tujuannya tentu saja tujuan politis. Banyak orang yang ingin membuat suasana di negara ini semakin kacau. Ketika kondisi semakin keruh, orang-orang yang telah membuat kekacauan itu akan mendapatkan keuntungan secara politis. Mereka akan dengan mudah memainkan ego kelompok tertentu untuk mendukung mereka di pemilu.

Sungguh keterlaluan sebenarnya upaya-upaya demikian. Itu salah satu contoh politik kotor. Tapi sudah dijalankan, sudah terlanjur banyak yang terhasut. Rakyat dapat apa? Yang mengaku batak dapat apa? Yang mengaku bukan batak dapat apa? Tidak ada. Hanya mendapatkan kenyataan bahwa dia harus bekerja agar makan.

Teman-teman saya, saudara saya. Marilah kita berpikir jernih. Marilah kita kembali lagi pada era kejayaan dan kebersamaan kita. Jangan pernah mau untuk diobok-obok. Medan dan Sumatera Utara itu daerah yang sungguh indah, sangat toleran, sangat bersahaja.

Kembali menyadari bahwa kita sama-sama ciptaan Tuhan jauh lebih mulia dibanding keinginan untuk memisah-misahkan atas dasar suku ataupun etnis. Kembalilah pada nilai-nilai kemanusiaan. Kembalilah pada nilai-nilai adat istiadat kita.

Jangan mau diobok-obok oleh politisi kotor yang tak ingin melihat kemajuan dan juga kebersamaan yang indah di Sumatera Utara. keinginan berkuasa mereka jauh lebih tinggi dibandingkan keinginan menyatukan dan mensejahterakan rakyat. Tak ada yang kita dapatkan dari pengkotak-kotakan ini, selain air mata. (*)

Comments